Gerakan Literasi Sekolah: Upaya Kolektif untuk Membangun Budaya Baca

Minat baca yang rendah di kalangan siswa merupakan salah satu tantangan besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya yang terstruktur dan berkelanjutan. Salah satu inisiatif paling efektif adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program ini bukan sekadar mendorong siswa untuk membaca buku, melainkan sebuah upaya kolektif yang melibatkan seluruh warga sekolah—guru, siswa, dan staf—untuk membangun budaya baca yang kuat. Gerakan Literasi Sekolah bertujuan menciptakan ekosistem pendidikan yang menjadikan membaca sebagai kebutuhan dan kebiasaan sehari-hari.

Manfaat dari Gerakan Literasi Sekolah sangatlah luas. Program ini tidak hanya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa, tetapi juga memperkaya wawasan, meningkatkan daya kritis, dan memperkuat karakter. Ketika siswa terbiasa membaca buku dari berbagai genre, mereka akan terpapar pada beragam ide, perspektif, dan pengalaman yang berbeda. Hal ini secara tidak langsung menumbuhkan empati dan toleransi. Sebuah laporan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada 22 Oktober 2025, menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang aktif menjalankan GLS mengalami peningkatan nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran bahasa sebesar 20% dalam dua tahun terakhir.

Untuk memastikan Gerakan Literasi Sekolah berjalan efektif, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan. Pertama, sekolah dapat mengalokasikan waktu khusus setiap hari atau minggu untuk membaca, seperti program “15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai.” Kedua, perpustakaan sekolah harus dikelola dengan baik dan diperkaya dengan buku-buku yang beragam dan relevan dengan minat siswa. Ketiga, guru harus menjadi teladan dengan menunjukkan minat baca yang tinggi dan merekomendasikan buku-buku yang menarik. Selain itu, melibatkan orang tua juga sangat penting. Sekolah bisa mengadakan lokakarya untuk orang tua tentang cara menumbuhkan minat baca anak di rumah.

Meskipun Gerakan Literasi Sekolah sangat bermanfaat, implementasinya tidak selalu mudah. Keterbatasan dana untuk pengadaan buku, kurangnya minat baca dari siswa, dan beban kerja guru yang tinggi seringkali menjadi hambatan. Namun, tantangan ini dapat diatasi dengan kreativitas. Sekolah dapat mengajak partisipasi komunitas dalam program donasi buku atau bekerja sama dengan penerbit untuk mendapatkan diskon. Pada 14 November 2025, sebuah inisiatif unik di sebuah sekolah di wilayah pedalaman berhasil mendirikan “perpustakaan berjalan” menggunakan sepeda motor, yang secara rutin mengunjungi rumah-rumah siswa untuk meminjamkan buku.

Pada akhirnya, Gerakan Literasi Sekolah adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Dengan menanamkan budaya baca sejak dini, kita tidak hanya melahirkan siswa-siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga individu yang memiliki wawasan luas, karakter kuat, dan siap menghadapi tantangan di era global.