Di era digital dan keterbukaan informasi, membangun komunikasi efektif antara orang tua dan anak menjadi fondasi krusial dalam mendidik generasi muda. Dunia yang terhubung tanpa batas ini membawa tantangan baru, di mana anak-anak dapat dengan mudah terpapar berbagai informasi dan pengaruh. Oleh karena itu, memiliki saluran komunikasi yang terbuka dan jujur di dalam keluarga adalah kunci untuk membimbing anak, memitigasi risiko, dan memperkuat ikatan emosional. Ini bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang mendengarkan dengan sepenuh hati.
Salah satu pilar utama dalam membangun komunikasi efektif adalah mendengarkan secara aktif. Sering kali, orang tua cenderung langsung memberikan solusi atau nasihat begitu anak mulai berbicara. Namun, mendengarkan aktif berarti memberikan perhatian penuh tanpa interupsi, memvalidasi perasaan anak, dan menunjukkan bahwa pendapat mereka dihargai. Dengan melakukan ini, anak akan merasa nyaman untuk berbagi masalah mereka, baik itu tentang pertemanan, akademis, atau hal-hal sensitif lainnya. Ini menciptakan lingkungan yang aman di mana anak tidak takut untuk jujur.
Penting juga untuk berkomunikasi secara asertif, bukan agresif. Asertif berarti menyampaikan pikiran dan perasaan dengan jelas dan tegas, tanpa menyakiti atau merendahkan orang lain. Misalnya, alih-alih mengatakan “Kenapa kamu selalu berantakan?”, orang tua bisa mengatakan “Ibu/Ayah merasa sedih ketika melihat kamarmu berantakan karena itu membuat rumah terlihat tidak rapi.” Kalimat “aku” ini lebih efektif karena berfokus pada perasaan orang tua dan tidak menyalahkan anak secara langsung. Membangun komunikasi efektif dengan cara ini mengajarkan anak untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka tanpa merasa tertekan.
Pada 14 Juli 2025, seorang psikolog keluarga, Bapak Dr. Dwi Prasetyo, dalam sebuah seminar parenting, menekankan pentingnya komunikasi terbuka dalam mencegah masalah perilaku remaja. “Ketika anak merasa didengar, mereka akan lebih terbuka dan cenderung mencari solusi yang sehat, bukan pelarian yang berbahaya,” ujarnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa membangun komunikasi efektif adalah cara paling ampuh untuk mencegah masalah dari akarnya.
Selain itu, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga juga merupakan strategi yang baik. Berdiskusi tentang rencana liburan, tugas rumah tangga, atau bahkan aturan keluarga dapat membuat anak merasa dihargai. Ini melatih mereka untuk berdiskusi, bernegosiasi, dan memahami bahwa suara mereka memiliki nilai. Pada 20 Agustus 2025, Kompol (Komisaris Polisi) Bagus Pratama dari Unit Pembinaan Masyarakat (Binmas) Kepolisian Resort, dalam sebuah seminar di komunitas orang tua, menyoroti bahwa anak-anak yang terbiasa diajak berkomunikasi di rumah cenderung lebih disiplin dan taat aturan di masyarakat.
Secara keseluruhan, membangun komunikasi efektif bukanlah hal yang terjadi secara instan, tetapi sebuah proses yang membutuhkan kesabaran dan komitmen. Dengan mendengarkan secara aktif, berkomunikasi dengan asertif, dan melibatkan anak dalam diskusi, orang tua dapat menciptakan hubungan yang kuat dan sehat. Ini adalah fondasi yang kokoh untuk membimbing anak-anak menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab di era keterbukaan ini.