Di era modern yang penuh dengan ketidakpastian, salah satu bekal terpenting yang bisa diberikan orang tua kepada anak adalah ketangguhan mental. Mendidik anak tangguh berarti membekali mereka dengan resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit kembali setelah menghadapi kesulitan, dan kemandirian, yaitu kemampuan untuk mengurus diri sendiri. Karakter ini sangat krusial agar anak tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan, melainkan belajar dari setiap pengalaman pahit. Artikel ini akan memberikan panduan praktis bagi orang tua untuk menumbuhkan dua kualitas penting tersebut pada anak.
Langkah pertama adalah dengan tidak selalu menjadi ‘penyelamat’ bagi anak. Ketika anak menghadapi masalah, baik itu kesulitan mengerjakan tugas sekolah atau perselisihan dengan teman, berikan mereka ruang untuk mencoba menyelesaikannya sendiri. Tentu saja, Anda harus tetap mengawasi dan memberikan dukungan, tetapi biarkan mereka berpikir dan mencari solusi. Ketika anak berhasil melewati kesulitan, sekecil apapun itu, berikan apresiasi. Pujian seperti “Ayah/Ibu bangga kamu bisa menyelesaikan masalah ini sendiri” akan menumbuhkan rasa percaya diri dan membekas dalam ingatan mereka. Pola asuh yang terlalu protektif justru akan menghambat perkembangan kemandirian dan membuat anak kurang siap menghadapi dunia luar.
Untuk mendidik anak tangguh, orang tua juga perlu mengajarkan mereka tentang pentingnya kegagalan. Jelaskan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses belajar. Ceritakan pengalaman kegagalan Anda sendiri dan bagaimana Anda bangkit kembali darinya. Hal ini akan membuat anak merasa lebih nyaman dan tidak takut mencoba hal baru. Ajak anak untuk terlibat dalam pekerjaan rumah tangga sesuai dengan usianya, seperti merapikan tempat tidur atau membereskan mainan. Tanggung jawab kecil ini akan menumbuhkan rasa mandiri dan pemahaman bahwa setiap orang memiliki peran dalam keluarga.
Memberikan anak kesempatan untuk merasakan berbagai emosi, termasuk kekecewaan atau kesedihan, juga merupakan bagian penting dalam mendidik anak tangguh. Validasi perasaan mereka dengan mengatakan, “Tidak apa-apa kok kalau kamu sedih.” Lalu, ajak mereka untuk mencari cara yang sehat untuk mengekspresikan emosi tersebut, misalnya dengan bercerita atau menggambar. Berdasarkan laporan dari Pusat Studi Keluarga pada tanggal 19 September 2025, anak-anak yang dibiarkan merasakan dan mengelola emosi negatif secara mandiri cenderung memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi di usia dewasa. Dengan menerapkan pendekatan ini, orang tua tidak hanya mendidik anak tangguh secara mental, tetapi juga membantu mereka tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional dan siap menjalani kehidupan.