Masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya pasca 1945, diwarnai oleh kondisi Vacuum of Law yang signifikan. Transisi dari hukum kolonial Belanda menuju sistem hukum nasional menciptakan kekosongan regulasi di berbagai sektor, termasuk tata kelola kelembagaan. Situasi ini, meski penuh tantangan, menjadi latar belakang historis yang unik bagi perkembangan entitas sosial dan hukum di tanah air.
Salah satu dampak paling nyata dari Vacuum of Law adalah lonjakan pendirian yayasan. Banyak inisiatif masyarakat sipil, baik di bidang pendidikan, sosial, maupun keagamaan, yang memilih badan hukum yayasan. Pilihan ini didorong oleh ketiadaan regulasi yang ketat dan spesifik mengenai pembentukan serta operasionalisasi organisasi nirlaba pada saat itu, membuatnya menjadi pilihan yang cepat dan mudah.
Regulasi yang longgar pasca 1945 memberikan fleksibilitas luar biasa bagi para pendiri yayasan. Tidak adanya pengawasan ketat dan persyaratan administratif yang rumit mempermudah masyarakat dalam mengorganisir diri. Meskipun tujuannya mulia, yakni mengisi kekosongan pembangunan sosial, kondisi Vacuum of Law ini juga membuka celah bagi penyalahgunaan status yayasan di kemudian hari.
Lonjakan pendirian yayasan pada periode ini mencerminkan semangat gotong royong dan kemandirian bangsa yang baru merdeka. Masyarakat berusaha keras mengisi kekosongan peran negara yang belum sepenuhnya stabil, terutama dalam menyediakan layanan dasar. Yayasan-yayasan ini menjadi pilar penting yang menopang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat yang kala itu sangat rentan.
Pemerintah pada masa itu secara bertahap mulai menyusun kerangka hukum baru untuk menggantikan warisan kolonial. Proses pembentukan undang-undang baru membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar. Selama masa transisi ini, kondisi Vacuum of Law terhadap tata kelola yayasan berlangsung cukup lama, sehingga praktik pendiriannya berpegangan pada kebiasaan lama.
Baru pada tahun-tahun berikutnya, pemerintah mulai menyadari perlunya regulasi khusus untuk mengatur yayasan guna mencegah praktik penyimpangan dari tujuan nirlaba. Pengaturan yang lebih ketat diperlukan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi, khususnya terkait pengelolaan aset dan dana publik yang dipercayakan kepada yayasan-yayasan tersebut.
Kisah Vacuum of Law pasca 1945 ini adalah pengingat penting akan dinamika hubungan antara hukum dan perkembangan masyarakat. Hukum harus mampu beradaptasi dengan cepat untuk menaungi inisiatif publik. Tanpa kerangka hukum yang jelas, niat baik untuk berorganisasi rentan terhadap interpretasi yang berbeda-beda dan berpotensi disalahgunakan.
Oleh karena itu, pengalaman sejarah ini mengajarkan bahwa meskipun semangat berorganisasi itu penting, perlindungan hukum melalui regulasi yang jelas dan kuat jauh lebih krusial. Pengaturan yayasan modern yang berlaku saat ini adalah hasil evolusi panjang dari masa-masa kekosongan hukum pasca kemerdekaan, menjamin kepastian bagi semua pihak terkait.
