Hari: 3 Mei 2025

Nestapa Rohingya: Anak-anak Berjuang di Pengungsian

Nestapa Rohingya: Anak-anak Berjuang di Pengungsian

Di tengah hiruk pikuk dan keterbatasan kamp-kamp pengungsian Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, terselip kisah pilu namun penuh harapan dari ribuan anak-anak. Mereka adalah generasi yang tumbuh di tengah nestapa, kehilangan rumah, keluarga, dan masa kecil yang seharusnya indah. Namun, semangat untuk meraih masa depan tak pernah padam di mata polos mereka. Mereka adalah harapan Rohingya.

Anak-anak Rohingya di pengungsian menghadapi tantangan hidup yang luar biasa berat. Keterbatasan akses terhadap pendidikan layak, kesehatan yang memadai, dan nutrisi yang cukup menjadi keseharian mereka. Banyak di antara mereka yang terpaksa bekerja untuk membantu keluarga bertahan hidup, merenggut hak mereka untuk bermain dan belajar. Trauma akibat kekerasan dan kehilangan juga membekas dalam jiwa mereka. Luka batin mereka tak terlihat namun nyata.

Meskipun demikian, semangat belajar dan rasa ingin tahu anak-anak Rohingya patut diacungi jempol. Di tengah keterbatasan, berbagai inisiatif pendidikan darurat muncul, baik dari organisasi internasional maupun komunitas pengungsi sendiri. Sekolah-sekolah sederhana dengan fasilitas seadanya menjadi oase harapan, tempat mereka belajar membaca, menulis, dan berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka haus akan ilmu dan normalitas.

Namun, tantangan tetap menggunung. Dana untuk pendidikan dan bantuan kemanusiaan seringkali terbatas. Masa depan anak-anak Rohingya masih penuh ketidakpastian. Mereka merindukan kehidupan yang layak, keamanan, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri. Ketidakpastian adalah teman sehari-hari mereka.

Kisah perjuangan anak-anak Rohingya di pengungsian adalah pengingat bagi dunia akan pentingnya kemanusiaan dan solidaritas. Mereka adalah generasi yang berhak atas masa depan yang lebih baik, terlepas dari status pengungsi yang mereka sandang. Dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memastikan mereka mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan yang layak. Uluran tangan dunia sangat berarti.

Masa depan Rohingya terletak di tangan anak-anak ini. Dengan pendidikan dan dukungan yang tepat, mereka memiliki potensi untuk membangun kembali komunitas mereka dan berkontribusi pada dunia yang lebih luas. Nestapa yang mereka alami jangan sampai merenggut harapan dan impian mereka. Mari kita jaga mimpi mereka tetap hidup.

Dampak Buruk Gen Z Dari Pengaruh Sosial Media

Dampak Buruk Gen Z Dari Pengaruh Sosial Media

Generasi Z, atau mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh besar di era digital dengan pengaruh sosial media yang sangat kuat. Platform seperti Instagram, TikTok, Twitter, dan Facebook telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Namun, di balik kemudahan berinteraksi dan mendapatkan informasi, terdapat sejumlah dampak buruk yang perlu diwaspadai.

Salah satu dampak signifikan dari pengaruh sosial media adalah meningkatnya masalah kesehatan mental di kalangan Gen Z. Paparan terus-menerus terhadap konten yang seringkali menampilkan kehidupan yang идеальный dan terfilter dapat memicu perasaan rendah diri, kecemasan, dan depresi. Sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Padjajaran pada tanggal 17 Agustus 2024, yang melibatkan 500 responden Gen Z di wilayah Bandung, menunjukkan bahwa 68% responden merasa tekanan untuk menampilkan citra diri yang positif di media sosial, yang berujung pada stres dan perasaan tidak cukup.

Selain itu, pengaruh sosial media juga berkontribusi pada fenomena Fear of Missing Out (FOMO). Melihat teman-teman atau influencer membagikan momen-momen menarik dapat membuat Gen Z merasa tertinggal dan terisolasi. Hal ini diperparah dengan algoritma media sosial yang cenderung menampilkan konten yang sedang tren atau viral, sehingga menciptakan siklus perbandingan sosial yang tidak sehat. Pada sebuah diskusi daring yang diadakan oleh Komunitas Peduli Kesehatan Mental pada hari Minggu, 22 September 2024, seorang psikolog klinis, Dr. Amelia Surya, menyatakan bahwa FOMO dapat memicu perilaku impulsif dan keputusan yang kurang rasional di kalangan remaja dan dewasa muda.

Tidak hanya kesehatan mental, pengaruh sosial media juga dapat berdampak negatif pada kualitas tidur dan fokus belajar atau bekerja. Notifikasi yang terus-menerus dan godaan untuk scrolling tanpa henti dapat mengganggu pola tidur yang sehat. Menurut laporan dari Asosiasi Dokter Spesialis Tidur Indonesia (ADSTI) yang dirilis pada tanggal 5 Januari 2025, rata-rata Gen Z menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di media sosial, yang berkorelasi dengan peningkatan kasus insomnia dan penurunan produktivitas.

Lebih lanjut, pengaruh sosial media juga rentan terhadap penyebaran informasi yang salah atau hoaks. Kemudahan dalam berbagi informasi tanpa verifikasi yang ketat dapat menyesatkan Gen Z, yang mungkin belum memiliki kemampuan literasi digital yang mumpuni untuk membedakan antara fakta dan fiksi. Pada sebuah operasi siber yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat pada hari Rabu, 12 Maret 2025, berhasil diungkap jaringan penyebar hoaks yang menargetkan pengguna media sosial dari kalangan remaja dan dewasa muda.

Oleh karena itu, penting bagi Gen Z untuk memiliki kesadaran yang tinggi terhadap dampak buruk pengaruh sosial media. Literasi digital, dukungan dari keluarga dan teman, serta kemampuan untuk membatasi waktu penggunaan media sosial menjadi kunci untuk menjaga kesehatan mental dan kualitas hidup di era digital ini.