Teknologi maju telah mengubah lanskap kehidupan manusia secara drastis, menawarkan kemudahan akses informasi dan konektivitas global. Namun, di balik segala kemajuan ini, muncul sebuah pertanyaan mendalam: mengapa anak muda masa kini, khususnya Generasi Z, tampak lebih mudah tertekan dibandingkan generasi sebelumnya? Artikel ini akan mengulas bagaimana teknologi maju berkontribusi pada kerentanan mental generasi muda saat ini.
Salah satu pemicu utama tekanan pada anak muda di era teknologi maju adalah tekanan media sosial. Platform daring ini, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian, seringkali menyajikan gambaran kehidupan yang “sempurna” dan tanpa cela. Hal ini memicu perbandingan sosial yang konstan, di mana individu muda merasa perlu untuk selalu tampil ideal dan memiliki pencapaian yang setara atau lebih baik dari teman-teman mereka. Kritik daring dan cyberbullying juga menjadi ancaman nyata, dapat menyerang secara anonim dan menyebar dengan cepat, menyebabkan gangguan kecemasan, depresi, hingga pada kasus ekstrem, dorongan untuk menyakiti diri sendiri. Sebuah laporan dari Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa 6,1% penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental, dengan sebagian besar adalah remaja.
Selain itu, teknologi maju juga membuat anak muda terpapar pada “banjir informasi” dan isu-isu global yang kompleks. Berita tentang krisis ekonomi, perubahan iklim, pengangguran, hingga konflik geopolitik, yang dulunya mungkin hanya diketahui secara terbatas, kini dapat diakses secara instan dan masif melalui gawai. Paparan terus-menerus terhadap informasi yang seringkali negatif ini dapat menimbulkan perasaan cemas, ketidakamanan, dan ketidakberdayaan terhadap masa depan. Beban informasi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesulitan dalam memproses informasi secara efektif.
Gaya hidup yang sangat bergantung pada teknologi maju juga dapat berdampak pada pola tidur dan interaksi sosial langsung. Penggunaan gawai berlebihan, terutama sebelum tidur, dapat mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur tidur, sehingga menyebabkan insomnia dan kualitas tidur yang buruk. Kurang tidur berkepanjangan diketahui memperburuk kondisi mental seperti stres dan kecemasan. Meskipun teknologi memudahkan komunikasi, ironisnya, ia juga dapat menyebabkan isolasi sosial. Waktu yang dihabiskan di depan layar mengurangi interaksi tatap muka yang esensial untuk membangun hubungan emosional yang sehat, berpotensi memicu kesepian dan masalah kesehatan mental.
Maka, jelas bahwa teknologi maju, dengan segala manfaatnya, juga membawa dampak signifikan pada kesehatan mental anak muda masa kini. Penting bagi individu, keluarga, dan lingkungan sekitar untuk memahami tantangan ini dan menerapkan strategi mitigasi. Ini termasuk membatasi waktu layar, memprioritaskan interaksi sosial langsung, dan membangun literasi digital agar mampu menyaring informasi serta membangun citra diri yang sehat di tengah arus digital yang tak henti.
